Minggu, 12 Juni 2011

Kitalah Yang Akan Ditanya

Inilah kisah Buhlul, salah seorang kerabat khalifah Harun al-Rasyid. ia seorang yang berilmu dan memilikl keutamaan dalam agama. Suatu hari, ketika ia sedang asyik bermain bersama anak-anak, Harun al-Rasyid memanggilnya dan berkata, "Apa yang engkau lakukan?"

"Saya bermain bersama anak-anak, dan membuat sebuah rumah dari tanah liat," jawab Buhlul, mendengar itu, Harun al-Rasyid berkata,"Engkau sangat mengherankan. Engkau tinggalkan dunia beserta isinya."

Buhlul menjawab, "Justru engkau yang sangat mengherankan. Engkau tinggalkan akhirat beserta isinya. "



Nabi Saw mencontohkan bagaimana menyayangi anak. Pernah Beliau menggendong cucunya, Umamah binti Abi al-Ash, ketika sedang shalat. Jika rukuk, Umamah diletakkan dan ketika bangun dari rukuk, Umamah diangkat kembali. Pernah juga Rasulullah Saw bermain kuda-kudaan dengan Hasan dan Husein. Ketika Rasulullah Saw sedang merangkak di atas tanah, sementara kedua cucunya berada di punggungnya, Umar datang dan berkata, "Hai Anak, alangkah indah tungganganmu." Rasulullah Saw menjawab,"Alangkah indah para penunggangnya!



Tak jarang Rasulullah Saw menghadapi anak-anak dengan sikap melucu. Bila mendatangi anak-anak kecil, Rasulullah Saw jongkok di hadapan mereka, memberi pengertian, juga mendoakan mereka, Usamah bin Zaid memberi kesaksian,"(Sewaktu aku masih kecil) Rasulullah Saw pernah mengambil aku untuk didudukkan pada pahanya, sedangkan Hasan didudukkan pada paha beliau yang satunya, kemudian kami berdua didekapnya, seraya berdoa, "ya Allah, kasihanilah keduanya, karena aku telah mengasihi keduanya." (HR Bukhari).



Kisah tentang Rasulullah Saw bersama anak adalah kisah tentang kasih sayang. Ia memendekkan shalatnya ketika mendengar tangis anak. Karena anak pula, Rasulullah Saw pernah bersujud sangat lama hingga para sahabat mengira Rasulullah Saw sedang menerima wahyu dari Allah. Padahal yang terjadi sesungguhnya ada cucu yang menaiki punggungnya.



Tentang mencintai anak, Rasulullah Saw pernah bersabda, "Cintailah anak-anak dan sayangilah mereka. Bila menjanjlkan sesuatu kepada mereka, tepatilah. Sesungguhnya yang mereka ketahui hanya kamulah yang memberi mereka rezeki'" (HR Ath-Thahawi).



Hari ini, ketika kita mengaku sebagai umat Muhammad, apakah yang sudah kita lakukan pada anak-anak kita? Apakah kita telah mengusap kepala anak-anak kita sebagaimana Rasulullah Saw melakukan? mengecup kening anak-anak kita yang rindu kasih sayang bapaknya?



Inilah sebagian di antara pertanyaan-pertanyaan yang perlu kita jawab dengan jujur. Pertanyaan ini pula yang perlu kita jawab ketika kita menginginkan anak-anak yang terbebas dari siksa api neraka, sebagaimana yang Allah perintahkan kepada kita atas anak-anak dan istri kita, "Jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan'" (QS At-Tahrim 66: 6).



Seperti kata Buhlul, kita bermain dengan anak,menyayangi mereka, bercanda, bermain kuda-kudaan dan bila perlu membuat rumah-rumahan dari tanah liat, adalah untuk mendapatkan akhirat dan seisinya. Kita memberi mereka kebahagiaan dengan menyediakan punggung kita sebagai pelana buat buah hati kita, semoga terpenuhinya kebutuhan psikis mereka akan menjadikan mereka tumbuh sebagai pribadi yang kokoh.



Terlalu mengerikan akibatnya bila anak tidak pernah disapa ruang jiwanya oleh orangtuanya, tak terkecuali bapak. Penelitian-penelitian psikologi menunjukkan, masked -deprivation atau kelaparan terselubung terhadap kasih sayanq seorang bapak cenderung melahirkan anak-anak yang menderita kecemasan, menimbulkan rasa tidak tenteram, rendah diri, kesepian, agresivitas.negativisme (kecenderungan melawan orangtua), serta berbagai bentuk kelemahan mental lainnya.



Sangat panjang efek yang bisa dirunut akibat 'kelaparan' yang dirasakan anak terhadap kasih sayang seorang bapak. Sebagian bapak enggan mengusapkan tangan ke pipi anaknya yang sedang meneteskan air mata. Mereka juga tidak pernah menyempatkan diri, meski cuma sekali, untuk membaringkan tubuh anaknya yang letih hanya karena mereka merasa telah banyak berjasa dengan mencari uang yang tak seberapa. Mereka ingin dihormati oleh anak-anaknya, tetapi dengan menciptakan jarak sehingga anak tak pernah sanggup mencurahkan isi hatinya kepada bapaknya sendiri. Mereka ingin menjadl bapak yang disegani, tetapi dengan cara membangkitkan ketakutan. Padahal Rasulullah Saw sering mencium putrinva, Fathimah Az Zahra. Bahkan ketika putrinya telah beranjak dewasa.



Mereka ingin disayangi oleh anak-anaknya ketika usianya telah tua, tetapi tidak pernah menanam cinta dan kasih sayang. Mereka ingin dirindukan oleh anak-anaknya di saat renta, tetapi tak pernah punya waktu untuk tertawa bersama. Mereka merasa, kerja sehari telah cukup untuk membeli semua, Sehingga tidak ada yang mengetahui urusan anak di rumah, kecuali istri. Bahkan yang lebih tragis, istri pun tak tahu sama sekali, sebab telah ada pembantu yang menggantikan semuanya.



Alangkah sering kita merasa suci, padahal tak satu pun perilaku Nabi Saw kepada anak atau istri yang sangqup kita contoh. Ibnu Umar pernah dating kepada Aisyah ra &berkata, "lzinkan kami di sini sejenak dan ceritakanlah kepada kami perkara paling mempesona pada diri Nabi’” Aisyah ra menarik nafas panjang, terisak menahan tangis, berkata dengan suara lirih,”Semua perilakunya menakjubkan bagiku.”



Aisyah kemudian bercerita,”suatu malam, ketika dia tidur bersamaku & kulitnya sudah bersentuhan dengan kulitku, dia berkata,'Ya Aisyah, izinkan aku beribadah kepada Tuhanku.' Aku berkata,'Sesunguhnya aku senang merapat denganmu tetapi aku juga senang melihatmu beribadah kepada Tuhanmu.' Dia bangkit berwudhu. Ketika berdiri shalat, kudengar dia terisak rnenangis hingga air matanya membasahi janggut. Kemudian dia bersujud dan menangis hingga lantai pun basah oleh air mata. Lalu dia berbaring dan menangis hingga datanglah Bilal untuk memberitahukan datangnya waktu Subuh."



Aisyah melanjutkan, " Bilal berkata. 'Ya Rasulullah, kenapa Engkau menangis padahal Allah telah arnpuni dosa-dosamu baik yang terdahulu maupun yang akan datang."Bukankah aku belum menjadi hamba yang bersyukur?' kata Rasulullah. Aku menangis karena malam tadi Allah menurunkan ayat kepadaku.'Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam dan siang benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.' Kemudian Nabi bersabda. 'Celakalah orang yang membaca ayat ini namun tidak merenungkannya."



Ada yang menjadi tanda-tanya bagi kita sesudah membaca kisah ini. Jika Aisyah berkata,"semua periakunya (Rasulullah) menakiubkan bagiku" apakah yang akan diucapkan oleh istri kita jika kita (suaminya) ditakdirkan meninggal lebih dulu. Apakah yang akan diucapkan oleh anak-anak kita tentang orangtuanya. Semuanya berpulang kepada kita. Apakah kita mau mencoba untuk menjadi bapak dan suami yang lebih menyejukkan hati -meski gagal berkali-kali ataukah kita merasa telah cukup rnulia dengan perhatian kita yang tak seberapa. Jika kita masih merasa bahwa semuanya merupakan tanggung jawab istri tanpa ada bagian kita sedikit pun, maka sekali waktu tengoklah istrimu yang terbaring penat karena tak ada waktu baginya untuk istirahat.



Sesudahnya, ingatlah ketika Nabimu berkata di saat-saat terakhir hidupnya, "Takutlah kepada Allah dalam mengurus istri kalian. Aku wasiatkan kalian untuk selalu berbuat baik kepada mereka." Setelah itu, tengok pula anakmu yang telah tertidur. Cobalah untuk mengusap-usap kepalanya, keningnya dan tak lupa wajahnya. Sentuhlah dengan perasaan yang tulus. Dan lihatlah alangkah sedikit yang telah enqkau lakukan. '



Padahal kitalah yang akan dimintai pertanggungjawaban. Kitalah yang akan ditanya di hari kiamat nanti.

Tidak ada komentar: